Kemerosotan akhlak para pemimpin masa kini telah memberikan
pengaruh negatif yang amat besar bagi suatu instansi yang dipimpinnya. Dalam
sebuah negara misalnya, dengan tidak adanya sosok seorang pemimpin yang
memiliki jiwa enterpreneur atau jiwa kepemimpinan maka secara otomatis negara
tersebut akan menjadi sangat sulit untuk menjadi negara yang maju dimata dunia.
Lantas sosok pemimpin yang bagaimakah yang bisa diharapkan agar
bisa menjadi panutan dan bisa menjadi seseorang yang benar-benar memberikan
perubahan besar dalam kehidupan ini? Negara Indonesia misalnya, yang mayoritas
penduduknya beragama Islam masih sangat sulit mencari sosok pemimpin yang
benar-benar mampu dan tangguh dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Kebanyakan pemimpin sekarang cenderung bertolak bekakang dengan
ucapannya terutama pada saat mereka masih menjadi calon pemimpin ketika akan
mengikuti pemilihan. Kepintaran mereka digunakannya hanya untuk mengotak-atik
kata menjadi sebuah kalimat yang sulit diprediksi oleh masyarakat.
Kepandaiannya beretorika misalnya, hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok
kecilnya.
Disisi lain, mereka juga kerap menjadikan
jabatan sebagai ajang untuk memperkaya diri. Berbagai cara akan mereka lakukan
untuk mendapatkan harta demi memperkaya diri dan keluarga. Kekuasaan
dimanfaatkan untuk mencuri harta rakyat secara terang-terangan. Jadi, wajar
jika seorang pakar perpolitikan mengatakan, “kekuasaan itu cenderung korupsi”.
Ketidakadilan mereka dalam memimpin telah membawa dampak yang buruk bagi
kemajuan instansi yang dipimpinnya.
Lantas hal apa yang menjadikan mereka bertindak
sewenang-wenang? Namun, sebelumnya perlu dijawab apa yang dimaksud dengan
pemimpin, apakah seorang yang bertugas sebagai tukang perintah, atur, atau
tukang pemakasa?
Kebanyakan dari pemimpin sekarang adalah
seorang yang bekerja hanya memerintah saja, tanpa mau ikut turun dalam
mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan kepada bawahannya. Karena, anggapannya
dia yang maha berkuasa, sehingga merasa bebas mau melakukan apa saja sekehendak
hatinya tanpa memikirkan kemaslahatan bersama. Oleh sebab itu, perlu dipahami
secara jelas tentang siapa dan apa itu pemimpin. Pemimpin yang seperti apa yang
didambakan oleh masyarakat.
Meminjam istilah Henry Pratt Faiechild dalam
buku Kartini Kartono (1994:33) mengungkapkan, pengertian pemimpin ialah seorang
yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan mengatur,
mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol usaha atau upaya orang lain atau
melalui prestise, kekuasaan dan posisi.
Sosok pemimpin seperti itulah yang sangat
diharapkan untuk negara seperti Indonesia ini. Pemimpin yang mampu menjadi
manejer sekaligus suri teladan bagi rakyat atau bawahannya. Sejauh ini, para
petinggi negara bisa dikatakan tidak memiliki jiwa-jiwa kepemimpinan seperti
ini, sehingga tidak jarang usaha yang mereka lakukan akan mengalami
keterbalikan hasil dari apa yang diharapkan oleh masyarakat umum.
Dalam pengertian yang terbatas, seorang
pemimpin adalah sosok yang benar-benar bisa membimbing, memimpin dengan bantuan
kualitas ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dan, juga mampu
membuat anggota yang ada dibawahnya menjadi sosok yang berjiwa entertainer
seperti dirinya.
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi
kemampuan kepemimpinan seseorang. Pertama, faktor individu adalah yang
dipengaruhi oleh kepribadian, tingkah laku, karakteristik, sifat, motivasi,
tanggung jawab, dan berwawasan luas dari seorang pemimpin tersebut. Di sini
pemimpin dituntut untuk memiliki sikap dan sifat tersebut. Tujuannya, agar
pemimpin itu benar-benar bisa menjadi contoh bagi orang yang dipimpinnya.
Kedua, faktor lingkungan, adalah faktor yang
terbentuk dari keluarga, teman kerja, tetangga, dan masyarakat luas. Faktor ini
biasanya hanya sebagai pendukung saja akan tetapi sangat penting untuk dimiliki
oleh seseorang yang ingin menjadi pemimpin. Karena keluarga adalah pusat
keseharian yang selalu berhubungan dengan setiap orang. Jadi kita tidak bisa mengabaikan
keluarga dalam membentuk karakter pemimpin yang handal. Begitu juga dengan
teman-teman kerja, mereka yang lebih tahu terhadap kemampuan kita dalam
bekerja, sehingga saran-saran dan kritikan dari mereka akan sangat membatu kita
dalam mewujudkan sifat kepemimpinan itu. Dan, masyarakat luas adalah tempat
dimana seseorang diuji terhadap kepemimpinannya.
Selain itu segala ide-ide kreatif yang mereka miliki akan sangat
berarti bagi kita demi masa depan kepemimpinan kita nantinya. Dengan adanya
ide-ide yang sebelumnya tidak kita miliki, maka diharapkan melalui ide tersebut
kita bisa menciptakan sebuah terobosan baru dalam masyarakat.
Ketiga, faktor sosial, yakni individu harus bisa bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya. Misalnya, dengan keluarga, teman bisnis, dan
pastinya masyarakat sekitar. Ketiga elemen ini adalah sentral yang selalu hadir
dalam kehidupan.
Selain itu, ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya yakni
pemahaman mengenai ilmu agama yang harus dimiliki setiap individu. Kurangnya pengetahuan
akan agama pasti memberikan dampak yang buruk bagi instansi yang dipimpinnya.
Karena tidak adanya pemahaman dan pengamalan ilmu agama yang jelas itulah yang
menjadikan para pemimpin bertindak sewenang-wenang. Ini
hendaknya menjadi catatan utama bagi manusia sebagaimana Rasul telah memberikan
contoh yang nyata kepada manusia menjadi seorang pemimpin yang sukses sekaligus
berakhlak mulia.
Oleh:
Irfan Sona
Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Aktivis Pemuda
Semarang. Tayang di Koran Suara Karya, 18-1-2013
Tag :
Moralitas & Budaya
0 Komentar untuk "Pemimpin yang Berakhlak"