Perbedaan
agama bagi masyarakat Indonesia merupakan hal yang tidak bisa dinafikan. Sebab,
Indonesia berada pada negara multikultural, yang di situ memiliki keberagaman
agama. Sebut saja agama-agama besar yang ada Indonesia, di antaranya Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, serta Konghucu. Oleh sebab itu, masyarakat
Indonesia memiliki hak kebebasan beragama dengan menganut kepercayaan masing-masing.
Di sisi lain, agama yang beragam sering menyebabkan perbedaan pandangan dan interpretasi.
Perbedaan inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya pemicu permasalahan atau
konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Permasalahan
yang sering muncul dalam perbedaan agama. Misalnya, agama seringkali dijadikan
sebagai tempat dan ajang kompetisi untuk mendapatkan klaim kebenaran sekaligus
anggapan paling baik. Anggapan tersebut selalu ingin didapatkan para penganut
agama –meskipun dalam hal yang sebenarnya sepele-- semisal dalam memahami dan
menerapkan ajaran agamanya. Tak lain adalah penerapannya di dalam lingkungan masyarakat.
Banyak penganut agama dalam masyarakat, mereka terlalu fanatik dengan
agamannya. Dalam agama yang satu, mereka menganggap ajaran yang benar adalah
yang dianutnya. Di sisi lain, agama yang lain juga menganggap ajarannya yang
paling benar. Jika demikian, lantas agama mana yang paling benar?
Agama
merupakan dogma yang sangat unik, sehingga keunikannya menjadikan manusia
mendapatkan kedamaian, kepuasan, keramahan, namun bisa juga menyebabkan
malapetaka, kekacauan, bahkan kehancuran. Agama merupakan tongkat utama penunjuk
jalan manusia. Itu artinya, agama memberikan pengetahuan serta mengajarkan
manusia tentang segala tindak laku yang benar untuk bekal menjalani kehidupan
dalam masyarakat.
Agama merupakan salah satu fenomena yang
sangat luar biasa. Ia bisa hidup, bisa saja mati, namun ketika mati, tentu akan
lahir kembali. Sebab, agama memiliki nyawa yang sangat banyak bahkan tidak
terhitung. Ia bisa menghidupi maupun dihidupi manusia. Ibarat angin, Ia bisa
pergi ke mana saja sesuai dengan kehendaknya serta tidak berbatas waktu dan
tempat. Sebagaimana yang diungkapkan Komaruddin Hidayat dalam bukunya “Agama
Punya Seribu Nyawa”.
Dalam
psikologi agama, sebagaimana yang diungkapkan Robert H. Thoules, agama
diartikan sebagai cara atau sikap penyesuaian diri terhadap dunia yang mencakup
acuan yang menunjukkan lingkungan lebih luas daripada lingkungan dunia fisik yang
terikat ruang dan waktu. Dalam hal ini,
yang dimaksud adalah dunia spiritual. Itu artinya, agama digunakan sebagai
sarana untuk membedakan sikap keagamaan yang bukan dari sikap keragaman,
misalnya saja humanisme dan komunisme. Bisa saja seorang bertindak laku baik
tanpa harus menjadi pengikut agama, melainkan karena dirinya sendiri yang ingin
selalu bertindak baik.
Harun
Nasution memberikan definisi agama sebagai kumpulan tentang bagaimana cara
mengabdi kepada Tuhan yang terhimpun dalam kitab, ini dilihat dari isi yang
terkandung dan sudut muatan dalam agama. Selain itu, agama merupakan suatu
ikatan yang harus dipatuhi dan dipegang dengan baik. Jadi, agama itu menyuruh
manusia untuk saling berbuat kebaikan, dan harus memegang teguh nilai-nilai
ajarannya, bukan untuk saling menghujat antara agama-agama yang lain. Dan inti
terpenting dari ajaran agama adalah untuk mengabdi kepada Tuhan.
Indonesia
merupakan negara multikultural, di mana perbedaan merupakan hal yang tak bisa
dinafikan dan bahkan sudah merupakan keniscayaan. Negara multikultural merupakan
anugerah yang telah diberikan Allah kepada umatnya. Dalam Alquran pun
dijelaskan sedemikian rupa tentang perbedaan, Surat Al-Hujurat ayat 13, bahwa
Allah menciptakan manusia baik laki-laki maupun perempuan, dan kemudian
dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Dan yang
terpenting di sisi Allah adalah ketakwaan umatnya.
Dari
situ jelas, sebenarnya perbedaan di mata Allah dianggap sama, hanya amal dan
perbuatan saja yang membedakan. Maka dari itu, sejatinya perbedaan dijadikan
sebagai alat untuk memperbaiki diri, bukan untuk saling menyalahkan antara yang
satu dengan yang lain. Ibarat pelangi, kalau hanya satu warna saja, tentu tak
seindah yang kita lihat selama ini. Begitu
juga dengan alat musik, kalau hanya satu macam saja, irama yang dihasilkan pun
tidak enak didengar.
Setiap
agama tentu memiliki ajaran dan cara yang berbeda dalam beribadah. Jadi,
perbedaan merupakan hal yang harus disadari setiap individu masyarakat. Secara
umum, agama memberikan persepsi dan ajaran tentang kebaikan, dengan kata lain
amar makruf nahi munkar. Ini diberikan agama agar manusia selalu berbuat
kebaikan dan selalu menjauhi larangan dari Allah. Sebab, inti ajaran agama
adalah memberikan ajaran yang lurus dan pengetahuan baik untuk menjalani
kehidupan di masyarakat.
Jika
agama dijadikan sebagai alat legitimasi untuk saling meyalahkan, lantas di mana
peran agama, dan bagaimana nasib manusia selanjutnya? Untuk itu, agama harus
dipahami secara kontekstual, bukan hanya tekstual. Sehingga manusia dapat hidup
dengan penuh keindahan tanpa ada rasa saling membenarkan ataupun menyalahkan. Apabila
hal tersebut yang diindahkan setiap individu masyarakat, tentu agama akan membawa
kehidupan menjadi sholihun fi kulli halin dan menjadi rahmatan
lil-‘alamin.
Dengan
demikian, yang harus dilakukan para penganut agama adalah melaksanakan hal yang
telah diperintahkan oleh agamanya, serta menjauhi segala larangan. Dan
terpenting dalam beragama, tidak fanatik terhadap paham agama yang dianutnya.
Sebab, kefanatikanlah yang sebenarnya menjadi pemicu utama terjadinya
perpecahan. Kalau hanya masalah agama yang selalu diurusi, lantas bagaimana negara
ini bisa maju?
Idealnya,
dengan perbedaan pandangan tersebut, manusia selalu mencari kekurangan diri
sendiri dan selanjutnya memperbaiki diri. Selanjutnya menggunakan akal sehatnya
untuk saling membantu antara yang satu dengan yang lain. Hidup kalau hanya
sendiri, tentu tak akan berarti apa-apa. Jadi, kehidupan harus diisi dengan
saling tolong menolong, bantu membantu, agar kehidupan lebih lengkap serta
dapat menyejahterakan rakyatnya.
Dalam
konteks Indonesia, yang dibutuhkan adalah kesejahteraan rakyat. Maka dari itu,
perbedaan agama dijadikan tempat saling melengkapi kekurangan yang selanjutnya
digunakan bersinergi untuk membangun Indonesia. Apabila perbedaan digunakan
untuk hal yang baik, pasti akan berakibat pada kemakmuran negara. Sebaliknya,
jika dijadikan batu penghalang, kehancuran negaralah yang akan didapatkan. Wallahu
a’lam bi al-shawab.
Oleh: Muhammad Ali Fuadi
Peneliti di Lembaga Studi Agama dan
Nasionalisme (LeSAN); Aktivis HMI IAIN Walisongo Semarang. Tayang di Koran Pelita, 7-2-2014
Tag :
Ke-Islam-an
0 Komentar untuk "Berirama dengan Agama"