Bersiaplah Jadi Oposisi Loyal

Bersiaplah Jadi Oposisi Loyal
Oleh: Ahmad Mirza Cholilulloh*
Indonesia dipuji oleh banyak negara di dunia, karena dinilai telah berhasil menyelenggarkan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) secara langsung, bersih, jujur, dan adil. Dengan demikian, penyelenggaraan sistem domokrasi di Indonesia berjalan sangat baik. Sejak reformasi, bangsa Indonesia sudah menyelenggarakan beberapa kali pemilihan umum (pemilu). Mulai dari pemilu kepala daerah (pilkada), pemilu legislatif (pileg), hingga pemilu presiden-wakil presiden (pilpres). Dan kesemuanya itu berjalan dengan aman, tertib, dan damai. Namun, pelaksanaan pilpres tahun ini sedikit mengherankan, karena tersedotnya animo masyarakat yang berasal dari sejumlah kalangan mulai dari elit politik, akademisi, bahkan mulai dari orang yang paling awam yang sebelumnya atipolitik hingga mereka yang setiap hari bergelut dengan politik. Mereka saling bahu membahu ikut berperan menyukseskan Pilpres 2014.

Keikutsertaan dan antusiasme masyarakat yang begitu besar, merupakan tanda kemajuan dan kedewasaan demokrasi yang dijalankan bangsa Indonesia. Apabila hal itu disebabkan oleh kesadaran akan pentingnya memilih pemimpin dan kepedulian terhadap tanah air serta masa depan bangsa. Akan tetapi, akan berbeda ketika sebab dari keikutsertaan tersebut adalah faktor lain, misalnya fanatisme kelompok atau bahkan uang. Hal ini merupakan kemunduran bangsa dan belum dewasanya masyarakat Indonesia. Selasa (22/07/2014) malam kemarin, Komisi Pemilihan Umum  (KPU) telah menetapkan pasangan urut dua Jokowi-Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Mereka berhasil memnangkan pertarungan. Jika ada yang menang, pasti ada yang kalah. Menang dan kalah itu sudah biasa di dalam perebutan kekeuasaan terutama dalam politik. Apalagi dalam sistem demokrasi sebagaimana yang dijalankan Indonesia. Oleh sebab itu, dibutuhkan jiwa kesatria dari pihak yang kalah untuk bisa menerima dengan lapang dada dan sikap rendah hati bagi pihak pemenang.

Namun, apapun itu, yang pasti tugas besar akan dipikul oleh pasangan Jokowi-JK. Begitu kompleks permaslahan di negeri ini, mulai dari ekonomi dalam hal pangan, hokum, hingga pendidikan. Di tambah lagi dengan persiapan Indonesia dalam menghadapi pasar bebas tahun 2015 mendatang. Menyadari permasalahan bangsa yang sedimikan rumit, tidak bisa tidak, harus diselesaikan secara bersama-sama atau berjama’ah. Kesadaran akan tujuan dan cita-cita lah yang akan membuat kedua belah pihak baik yang kalah maupun yang menang dapat bekerjasama untuk kemajuan bangsa.

Oposisi Sebuah Keniscayaan
Dalam politik terdapat istilah oposisi. Oposisi sering dipahami kebanyakan orang sebagai pihak yang berada di luar kekuasaan politik, selalu mengkritik dan kontra terhadap kebijakan pemerintah. Mereka dianggap sebagai pihak yang selalu tidak sepakat dengan setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, bahkan hendak menggulingkan pemerintah. Penentangan suatu pihak yang ingin menggulingkan pemerintah ini, bukanlah oposisi yang sesungguhnya, tetapi oposisionalisme yang disebabkan oleh ketidakterimaan mereka atas kekelahan. Sedangkan, yang dimaksud di sini adalah oposisi loyal, yaitu kemauan dan kebersediaan suatu  pihak untuk memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun (to criticize) bukan menjatuhkan dan menghina (to insult).

Wacana ini sesungguhnya sudah lama muncul. Misalnya saja Nurcholis Madjid, salah satu tokoh yang massif dalam menyerukan keterbukaan dalam menyampaikan pendapat. Ia juga mengakui bahwa gagasan tersebut bukanlah orisinil pemikirannya, karena gagasan tersebut sudah lama ada. Oposisi tidak selalu menjadi musuh pemerintah. Sebagai contoh Amreika. Mereka memiliki dua partai besar yaitu Republik dan Demokrat. Ketika salah satu dari mereka kalah atau menang, maka mereka tidak segan untuk saling bekerja sama dan bertukar pikiran. Adapun perbedaan yang muncul, hanyalah sebatas perbedaan pendapat. Dan itu memang wajar dan suatu keniscayaan.

Bangsa Indonesia tidak akan mengalami hal yang serupa tahun 1950-an, yang mungkin karena alasan ini membuat Pak Harto kurang setuju dengan gagasan oposisi ini. Namun, dengan melihat masyarkat yang semakin dewasa dan pendidikan semakin tinggi, semua pihak tidak perlu khawatir. Justru dengan adanya oposisi ini, akan membantu tugas pemerintah. Adanya kritik dan masukan dari pihak oposisi akan menunjukkan kedewasaan masing-masing pihak.

Hakekat dari oposisi ini adalah Chek and balance, pengawasan dan pengimbangan. Hal ini sangat penting untuk menjaga pemerintah supaya tetap dalam tujuan untuk menyejahterakan rakyat. Semakin terbukanya wadah kritik dan masukan, akan semakin memeperkaya wacana, yang selanjtnya akan menjadi pemecah-pemecah masalah . Sudah menjadi kewajiban bagi pihak oposisi untuk memberikan kritik dan peringatan, apabila terdapat kebijakan dari pemerintah yang menurutnya kurang tepat. Begitu juga keharusannya untuk mendukung dan membantu terwujudnya kebijakan yang memang baik.

Maka dari itu, pada pilpres kali ini, pihak yang kalah seharusnya bersedia untuk menjadi pihak oposisi yang loyal terhadap pemerintah. Memberikan pengetahuan, kemampuan, dan keahlian mereka untuk membantu tugas pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. Melakukan pengawasan terhadap kebijkan pemerintah, apakah sduah pro-rakyat, sesuai dengan visi-misi yang sduah digemborkan. Dengan kemauan ini, menunjukkan diri mereka sebagai negarawan, bukan hanya sebagai politisi. Sebab, masih banyak orang yang hanya menjadi politisi saja, yang hanya sibuk memperebutkan kekuasaan demi kepentingan individual dan kelompok, bukannya memikirkan kondisi rakyat yang mereka wakili suaranya. Wallahu a’lam bi al-shawab.

*) Peneliti di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN) dan Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Islam IAIN Walisongo Semarang. Wawasan, Senin, 4 Agustus 2014.
Tag : Politik
0 Komentar untuk "Bersiaplah Jadi Oposisi Loyal"

Back To Top