Meluruskan Orientasi Pendidikan

Meluruskan Orientasi Pendidikan
Oleh: Khoirun Ni'mah*
Salah satu pintu utama untuk memperbaiki kebudayaan suatu bangsa adalah memperbaiki kualitas pendidikan. Pendidikan bukan saja diartikan sebagai proses baca tulis di ruangan kelas, lebih dari itu pendidikan dimaknai sebagai proses budaya yang mampu membentuk karakter bangsa menjadi masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kepedulian sosial, dan  persatuan bangsa. Di Indonesia, pendidikan merupakan salah satu senjata para pejuang bangsa dalam merebut kemerdekaan dari kuasa penjajah. Sebagaimana yang telah diketahui bersama, bahwa kemerdekaan Indonesia diusung oleh para kaum terpelajar yang beruntung  memperoleh pendidikan di luar negeri. Dengan ilmu yang telah didapatkan, para pejuang menggagas strategi untuk menyusun kekuatan dalam satu tujuan, yaitu melahirkan kemerdekaan.

Tujuan dari pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah membuat berbagai formula baru diantaranya senantiasa melakukan perubahan kurikulum untuk menemukan kurikulum yang cocok untuk pendidikan masyarakat Indonesia. Formula yang baru dirasa lebih cocok, lebih tepat sasaran, dan lebih baik dari kurikulum lama. Seakan memandang masa depan akan jadi lebih mudah. Padahal kualitas pendidikan tidak hanya ditentukan oleh perubahan kurikulum, tetapi juga kerja keras untuk melakukan perubahan. Akan menjadi sia-sia belaka ketika ditemukan kurikulum yang tepat sasaran tetapi subyek dan obyek tidak mendukung apa yang dicanangkan pemerintah.  

Dan realita yang terjadi sekarang ini, pendidikan di Indonesia bukanlah mencerdaskan bangsa, akan tetapi hanya sekedar menjadikan rakyat Indonesia pandai. Pandai dan cerdas mempunyai makna yang berbeda. Kenyataan pendidikan Indonesia hanya menjadikan masyarakat pandai, yaitu hanya mendidik individu agar memiliki ketajaman otak dan memaksimalkan daya pikir. Padahal yang menjadi idaman para pendiri negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Yaitu menjadikan masyarakat Indonesia yang tidak hanya mempunyai ketajaman berfikir, tetapi juga tajam dalam hati, watak, dan karakter. Kesuksesan sebuah pendidikan tidak hanya diukur dari suksesnya pendidikan formal, tetapi lebih dari itu pendidikan seharusnya mampu membentuk karakter yang baik bagi anak didik. Pendidikan formal yang tidak diimbangi dengan pendidikan karakter, akan menjadikan kehidupan berbangsa ini semakin meleset dari cita-cita pendidikan. Indonesia tidak hanya membutuhkan orang-orang yang pandai, akan tetapi yang lebih utama adalah membentuk masyarakat yang bermoral dan berkarakter.

Tingkat pendidikan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, sudah tertinggal jauh dari negara Singapura, Malaysia, Thailand, Filiphina, dan Brunei Darussalam. Padahal sekitar sepuluh tahun yang lalu, masih banyak mahasiswa Malaysia yang menimba ilmu di perguruan tinggi Indonesia. Setelah sepuluh tahun berjalan, ternyata dunia telah berbalik arah. Saat ini justru banyak mahasiswa Indonesia yang  menimba ilmu di negeri tetangga, misalnya ke Malaysia. Indonesia mengalami degadrasi kualitas pendidikan. Banyak faktor yang menyebabkan pendidikan Indonesia mengalami kemerosotan. Faktor pertama dan yang paling utama adalah tidak adanya sistem pengelolaan pendidikan yang tepat. Sistem pendidikan yang diterapkan pada tingkatan lembaga pendidikan tidak pernah tersistem. Seringkali pemerintah membuat kebijakan yang tidak semua lapisan masyarakat dapat melaksanakan kebijakan tersebut. Misalnya, pemerintah mencanangkan anggaran pendidikan yang tinggi. Padahal masyarakat Indonesia tidak semuanya mampu membayar anggaran yang tinggi. Meskipun diadakan Bantuan Opersional Sekolah (BOS), tetap saja biaya pendidikan tidak dapat terpenuhi. Karena terdapat penyelewengan dana oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Faktor kedua yaitu merosotnya kualitas tenaga pendidik. Salah satu sistem yang menjadikan negara Finlandia menduduki peringkat pertama bidang pendidikan adalah mengharuskan semua guru berpendidikan tingkat S2. Kualitas yang baik ini, masih didukung lagi dengan suasana belajar yang kondusif. Karena setiap guru di negara tersebut hanya bertanggung jawab menangani kurang lebih dua puluh anak didik.  Jadi setiap anak didik benar-benar dapat terkondisikan perkembangan belajarnya. Hal ini dapat dijadikan pelajaran yang baik untuk memperbaiki pendidikan Indonesia. Faktor ketiga yaitu menurunnya orientasi sebagai pendidik. Kebanyakan pendidik saat ini mempunyai orientasi yang   tidak benar dalam menjalani profesinya. Para pendidik saat ini dapat dikatakan materialistik. Mereka berorientasi bahwa kesibukan sebagai guru dapat dijadikan profesi untuk mendapatkan uang, bukan bertujuan menjalankan kewajiban mencerdaskan anak bangsa. Hal ini sangat disayangkan, karena bagaimanapun juga seorang guru adalah teladan bagi anak didiknya. Jika orientasi ini tidak diluruskan, niscaya generasi mendatang juga akan mempunyai pandang sama tentang pendidikan. Salah satu cara untuk meluruskan orientasi pendidik adalah meningkatkan kemakmuran bagi guru dengan cara memberikan upah yang cukup yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Tetapi cara tersebut ternyata tidak juga menyelesaikan masalah pendidikan yang bengkok. Sifat materialistik yang terlanjur mendarah daging tetap menjadikan mereka tidak cukup dengan apa yang diberikan pemerintah. Seharusnya para pendidik mempunyai kesadaran bahwa apa yang mereka lakukan adalah sebuah panggilan jiwa untuk menjadikan bangsa Indonesia cerdas.


*) Mahasiswa Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang. Peneliti dan Pendidik di PAUD Mellatena Semarang. Tayang di Koran Pelita.
Tag : Pendidikan
0 Komentar untuk "Meluruskan Orientasi Pendidikan"

Back To Top