Aids dan Supercalis Remaja

M. Arif Rohman Hakim
Tanggal 1 Desember merupakan tanggal yang tak bisa dilupakan oleh sebagian orang. Hari ini merupakan hari Aids sedunia, hari dimana para penderita Aids diseluruh dunia (Acquired Immune Deficiency Syndrome) kembali mentafakuri hidup mereka yang terengut oleh virus ganas, Human Immunodeficiency Virus (HIV). Pada 2012, Kemenkes memperkirakan ada 591.718 orang terinfeksi HIV di Indonesia. Namun pada akhir Maret 2014, hanya ada 134.053 orang diketahui terinfeksi HIV melalui tes sukarela. Pada waktu yang sama, 54.231 orang dilaporkan sudah sampai ke stadium AIDS dan 9.615 diketahui sudah meninggal dunia akibatnya.

Dari data diatas, tercatat lebih dari 40 persen pengidapnya adalah pemuda dan pemudi. Tentunya hal ini menjadi sebuah anda tanya besar bagi kita. Sosok remaja yang selama ini kita nilai polos, ternyata telah terjangkit penyakit yang mematikan ini. memang tak bisa dipungkiri bahwa salah satu penularan penyakit ini melalui kelahiran dan proses penyusuan, namun kita penularannya melalui hubungan sex bebas. Apakah itu tidak merupakan aib bagi bangsa kita? Mau dibawa kemana negara kita jika pemuda yang ada sekarang sudah tidak lagi memiiki moral?

Sejarah mencatat bahwa seorang Soekarno begitu mengagumi sosok pemuda. Bahkan presiden pertama Indonesia ini pernah berujar, “beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan aku goncang dunia”. Kalimat ini merupakan sepenggal kata-kata dari mendiang ayah Megawati Soekarno Putri, Soekarno. Bukan tanpa maksud, sebenarnya kata-kata ini menyimpan filosofi yang sangat dalam. Oleh suami Fatmawati, kata-kata ini dimaksudkan untuk memompa semangat juang pemuda Indonesia. Bukan hanya dalam rangka memperebutkan dan mempertahankan NKRI, namun juga perjuangan untuk memajukan NKRI.

Menurun John Lock, pemuda merupakan manifestasi dari orang dewasa. Artinya, pemuda merupakan perwujudan orang dewasa dalam bentuk yang lebih kecil. Dari argumentasi ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa, pemuda disiapkan oleh lingkungan sebagai penerus suatu bangsa. Hal ini dikarenakan pemuda merupakan tulang punggung suatu bangsa dikemudian hari. Dan ditangan pemudalah nasib suatu bangsa akan dipertaruhkan. Disinilah peran pemuda begitu penting. Untuk itu pemuda selalu dituntut untuk menjadi generasi pejuang. Generasi yang akan selalu berjuang demi kemajuan bangsa dan negara.

Untuk dapat memenuhi harapan masyarakat, pemuda haruslah memiliki karakter dan kepribadian yang kuat. Kepribadian inilah yang diperlukan oleh pemuda sebagai langkah awal menjemput takdir kepemimpinannya. Selain itu, pemuda dituntut untuk memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Kecerdasan ini bukan hanya kecerdasan intelektual belaka, namun juga kecerdasan emosional dan spiritual.

Sepasang kecerdasan inilah yang selama ini tidak dimiliki oleh para  pemimpin Indonesia. Mereka menjadi pemimpin di Indonesia hanya bebekal kecerdasan intelektual belaka. Alhasil, ketika sudaah menjadi pemimpin mereka memiliki kecenderungan melenceng dari tugas dan kewajibannya. Bahkan tak jarang yang dengan sengaja memanfaatkan kedudukannya sebagai ajang untuk korupsi.

Untuk itulah pemuda Indonesia dituntut untuk menjadi pemuda yang memiliki karakter, kepribadian dan kecerdasan yang memadai. Namun, untuk sekarang ini ada lagi kriteria yang dibutuhkan pemuda Indonesia sebagai bekal menjemput kepemimpinan NKRI. Krieria ini adalah moralitas. Mengapa?, sekarang ini banyak pemimpin Indonesia yang tertangkap basar melanggar norma-norma yang  ada di masyarakat. Bahkan pernah kedapatan seorang anggota legislatif yang tertangkap basah sedang menonton video porno saat sidang.

Supercalis Remaja
Sebenarnya istilah supercalis ini sudah digunakan oleh bangsa Romawi untuk penyebutan  sebuah pesta perayakan hari Valentine. Dalam pesta ini masyarakat akan melakukan sebuah jamuan besar-besaran sepanjang malam dan nantinya akan diakhiri dengan berhubungan badan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, istilah ini kemudian mengalami perluasan makna, yakni biasa digunakan oleh kaum-kaum akademisi untuk menyebut kenakalan remaja.

Kenakalan remaja yang semakin menjadi-jadi akhir-akhir ini memang menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat. Bahkan tak jarang kenakalan ini membuat resah masyarakat disekitarnya. Hingga kini, kenakalan remaja ini sudah melampauhi batas kewajarannya, yakni pergaulan bebas. Sekarang ini untuk mencari anak gadis sudah begitu sulit. Hal ini dikarenakan kebanyakan perempuan-perempuan muda tanah air sudah mulai kesadaran diri. Kebanyakan dari rela menyerahkan mahkotanya demi kesenangan sesaat belaka.

Ideologi bangsa Indonesia sebagai bangsa timur yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas pun mulai dipertanyakan. Bangsa kita sudah tak lebih baik dengan bangsa-bangsa barat yang begitu bangga dengan budaya gonta-ganti pasangannya. Alhasil wabah penyakit Aids pun begitu mudah menyebar. Jika sudah demikian, maka tak ada lagi jurang pemisah antara bangsa barat dan timur. Semuanya sama, tak ada lagi kesnjangan budaya. Tak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan, tak ada lagi moralitas, yang ada hanya bagaimana caranya menutupi nafsu syaithon.

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia adalah bagian dari kaum tersebut”. Setidaknya semboyan itulah yang diwejangkan oleh Hadrotus Syekh Hasyim Asyari kepada segenap masyarakat bumi pertiwi. Semboyan ini pula yang melatarbelakangi terjadinya pertempuran Sebelas Nopember di Surabaya.  Pertempuran yang dipimpin oleh Bung Tomo ini akhirnya bisa mengusir penjajah dari perut bumi Surabaya.

Namun bukan pertempuran ini yang akan penulis bahas, melainkan maksud dari semboyan diatas. Semboyan diatas dimaksudkan oleh Kyai Asyari sebagai wujud kepedulian beliau terhadap kemerosotan moral bangsa. Kemerosotan ini ditunjukkan oleh adanya budaya pakaian yang menyerupai orang barat. Penggunaan pakaian yang meniru gaya barat inilah yang dikhawatirkan oleh Kyai Asyari sebagai awal dari lunturnya budaya ketimuran.

Ternyata kekhawatiran Hadrotus Syaikh benar-benar terjadi. Akhir-akhir ini label Indonesia sebagai  negara yang menjunjung nilai-nilai ketimuran mulai dipertanyakan. Kemarin sempat beredar di masyarakat videp porno yang dibintangi oleh sepasang kekasih. Tak tanggung-tanggung pasangan kekasih tersebut ternyata baru berusia belasan tahun. Miris bukan, seorang anak yang seharusnya berada di bangku sekolah ternyata justru lebih senang mengumbar nafsunya.




*) Oleh : M. Arif Rohman Hakim

Sekretaris di Aliansi Penulis Idealis (API) UIN Walisongo Semarang, Menteri Pemuda dan Olah Raga di Rumah Perkaderan Monash Institute Semarang. Tayang di Koran Pagi Wawasan, 4-12-2014
0 Komentar untuk "Aids dan Supercalis Remaja"

Back To Top