Pemimpin Anti Suap

Irfan Sona

Suap dan korupsi dua perilaku yang sangat tidak terpuji. Perbuatan yang merusak diri sendiri, dan membuat tatanan sosial menjadi berantakan. Mengingat dampak negatif yang demikian buruk, maka sangat logis bila Rasulullah mengutuknya secara terang-terangan, khususnya ditujukan pada kasus sogok atau suap.
Suap dan korupsi sama-sama dilarang keras oleh agama karena merusak umat, baik secara psikis individual, maupun secara sosial kolektif. Pada tataran praktis antara keduanya terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Pada kasus suap tidak mungkin dilakukan sendirian tanpa ada pihak lain yang terlibat. Sementara pada korupsi lebih leluasa, yakni dapat dilakukan sendirian dan bisa pula bersama-sama (kolektif).
Amatilah fenomena yang terjadi di sekitar kita, akan tampak jelas dan kasat mata. Keadilan tidak tegak, kejahatan merajalela, penjahat berkeliaran dengan leluasa tanpa merasa khawatir akan ditindak. Semua itu penyebab utamanya ialah suap dan korupsi yang tidak pernah dibasmi tuntas, malah terkesan dilindungi. Inilah yang diingatkan Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bahwa kehancuran umat-umat terdahulu salah satu penyebab utamanya karena ketidak adilan, apabila yang mencuri (koruptor) itu orang besar terhormat, dibiarkan. Tapi sebaliknya bila yang melakukannya orang kecil yang hina mereka tegakkan hukum yang setimpal, bahkan terkesan lebih berat. Masih segar dalam ingatan kita seorang buruh perkebunan di Jawa Timur dijatuhi hukuman membayar denda puluhan ribu hanya disebabkan mencuri tiga biji buah kakau.
Melakukan suap dan korupsi artinya memakan atau mengambil harta orang lain dengan cara ilegal atau dalam bahasa Agama disebut batil. Larangan memakan harta orang lain dengan cara-cara yang ilegal sebagaimana ditegaskan dalm Al-Qur’an merupakan suatu yang sudah baku. Artinya pelarangan tersebut bersifat mutlak, tidak boleh diinterpretasikan lain. Perbuatan tersebut tidak hanya membahayakan diri si pelaku sendiri, melainkan juga orang lain, bangsa dan negara. Secara psikologis mereka yang suka memakan harta orang lain, dapat merusak sistem syarafnya. Betapa tidak, dalam dirinya hanya energi negatif berkembang, sementara energi positifnya selalu ditekan ke titik nadir. Dalam konteks ini Nabi Shallallahu alaihi wasallam pernah menyatakan bahwa setiap daging yang tumbuh dari yang haram maka nerakalah yang lebih pantas baginya.
Ada orang yang diberi amanat untuk mengembangkan suatu metode pengajaran. Dengan tidak mengetahui dan memeriksa terlebih dahulu sistem pengajaran Islam, mereka serta merta menuduh materi-materi keislaman tak lagi relevan bagi kemajuan zaman, maka ia harus ditinggalkan atau maksimal diberikan dengan waktu yang amat singkat. Akhirnya orang tua atau keluarga yang notabene belum memahami Islam, dibebani untuk memberikan pendidikan Islam. Hasilnya bisa ditebak. Anak-anak menjadi liar, jauh dari agama dan menghalalkan segala cara.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suap dan korupsi harus dibasmi dari permukaan bumi, karena dampak negatif yang sangat serius, tidak hanya terhadap dirinya, bahkan bangsa dan negara dapat hancur oleh tindakan tersebut. Upaya penanggulangannya, selain dengan memperketat penegakan hukum yang adil, juga sangat penting menanamkan akidah dan menyuburkan dalam diri setiap warga negara sejak kecil sampai akhir hayatnya. Beriringan dengan itu juga harus diterapkan akhlak dan budi pekerti yang luhur. Hal ini akan mudah diwujudkan bilamana orangtua, publik figur, pimpinan umat dari pusat sampai ke desa-desa selalu memberikan tuntunan dan teladan yang baik. Tanpanya sungguh sulit sekali untuk menerapkan suatu ajaran.
Melihat banyaknya ayat-ayat Alqur’an dan Hadits yang melarang dan membenci praktek suap, maka sudah selayaknya umat Islam menghindari perbuatan tercela itu. Tirulah sosok Nabi Sulaiman, yang mampu memimpin umatnya dengan tidak memakan sedikitpun harta benda milik mereka. Bahkan, makanan milik hewan saja tidak disentuh oleh Sulaiman. Bayangkan, apabila pemimpin di Indonesia memiliki jiwa seperti itu, maka bisa dipastikan rakyat Indonesia tidak akan ada yang menderita apalagi sengsara. Kehidupan masyarakat akan tentram, damai, sejahtera, dan tidak akan ada yang miskin. Sebab, harta yang menjadi milik mereka tidak diambil oleh pejabat.
Namun, sangat disayangkan sekali, sampai detik ini pemimpin yang seperti itu masih belum terlihat. Dari sekian banyak rakyat Indonesia, tidak satupun yang memiliki jiwa kepemimpinan spiritual layaknya Nabi Sulaiman dan para nabi yang lain. Ke depan, penulis berharap rakyat Indonesia mulai sadar dan mulai berbenah atas semua kerusakan di negara ini, agar tidak lagi terjadi kasus-kasus yang merugikan negara dan rakyat, salah satunya adalah suap. Sudah saatnya pemimpin negara ini meneladani kepemimpinan para nabi, salah satunya adalah Nabi Sulaiman. Apa yang sudah Nabi Sulaiman contohkan, layak dan seharusnya ditiru oleh pemimpin Indonesia. Apabila hal itu bisa terjadi, maka bukan tidak mungkin negara Indonesia akan terbebas dari malapetaka yang sudah membudaya. Jadi, mulai dari sekarang, pemimpin negeri pertiwi ini harus mulai menyelami makna dibalik kata pemimpin, agar tidak salah dalam melangkah. 
Semua sifat dan jiwa kepemimpinan Nabi Sulaiman harus dimiliki oleh para pejabat di Indonesia. Sebagai seorang pemimpin sudah seharusnya dia menjadi orang yang kaya, tentu saja kaya hasil dari kerja pribadi bukan uang rakyat hasil korupsi dan suap. Nabi Sulaiman sudah mencontohkan bagaimana seharusnya seorang pemimpin berbuat. Tidak boleh mengambil hak yang bukan miliknya.

*) Oleh: Irfan Sona.
    Pengajar di Monash Institute. Tayang di Koran Wawasan, 6-1-2015
Tag : Politik
0 Komentar untuk "Pemimpin Anti Suap"

Back To Top