Revitalisasi Doktrin Kurban

Ali Mahmudi
Idul Adha tinggal menghitung hari, persiapannya sudah dimulai dari saat ini. Mulai dari persiapan pemeriksaan hewan kurban, membeli hewan kurban dan lain-lain. Secara historis, qurban berawal dari kisah Nabi Ibrahim yang mendapatkan perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putranya, yaitu Nabi Ismail.
Dengan ketulusan hati, keimanan dan ketaatannya kepada Allah SWT, beliau melaksanakan perintah dari-Nya tanpa ada keraguan sedikitpun untuk melakukannya. Allah sangat menghargai dan memuji pengurbanan Nabi Ibrahim tersebut. Sehingga, Allah mengganti Ismail dengan seekor hewan domba yang besar (QS Ash-Shaffat, 37:107).

Dalam berkurban, yang dihitung bukan seberapa besar ataupun seberapa banyak kita berkurban untuk-Nya, melainkan hanya karena ketakwaan kita untuk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Hajj : 37, “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan daripada kamulah yang dapat mencapainya.”

Dewasa ini, banyak diantara kita ketika tiba masa untuk menjalankan syari’at Islam, yaitu berkurban, masih berfikir terlalu panjang atau gamang untuk melakukan syari’at tersebut. Salah satu alasan yang sering terjadi adalah mereka lebih memilih untuk mementingkan kebutuhan dunia mereka daripada untuk berkurban. Padahal, jika mereka mau secara ikhlas berkurban untuk menjalankan syari’atnya, banyak sekali keutamaan dan manfaat berkurban bagi diri mereka di dunia maupun di akhirat kelak yang akan mereka dapatkan.

Doktrin Qurban termasuk dalam misi kemanusiaan yang diajarkan agama Islam kepada kita umat Islam. Karena, dengan berkurban kita bisa mensyukuri nikmat Allah SWT yang telah diberikan kepada kita dengan berbagi kepada masyarakat yang hidup di sekitar kita yang masih dihimpit oleh kondisi serba kekurangan. Karena, sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai insan Illahi untuk memberi perhatian dan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Dan hal itu yang akan semakin mempererat Ukhuwwah Islamiyah antara umat muslim.

Hari Raya Qurban merupakan Hari Raya yang berdimensi sosial kemasyarakatan. Hal itu terlihat ketika pelaksanaan pemotongan hewan yang akan dikorbankan, para mustahik dan orang yang berkurban berkumpul satu sama lain tanpa ada perbedaan.

Tetapi, kita juga sering melihat di setiap tahun pembagian qurban, selalu saja ada kejadian yang memakan korban di negeri yang konon “Gemah Ripah Loh Jinawi” ini. Jika dianalisa dengan seksama, hal itu terjadi karena kurangnya kesadaran dari diri kita untuk menjalankan syariat berkurban tersebut. Sebab, masyarakat miskin yang mengantri untuk mendapatkan beberapa ons daging dari hewan kurban tersebut tidak hanya datang dari wilayah tempat pembagian saja. Tetapi, mereka datang dari berbagai tempat yang berbeda. Hal itu terjadi karena kurang sadarnya masyarakat di wilayahnya untuk berkurban, sehingga orang-orang-orang itu dengan rela jauh-jauh datang ke tempat lain. Karena terjadinya penumpukan massa yang sangat banyak pada satu tempat, maka terjadilah kontak fisik untuk berebut mendapatkan sedikit daging dari pembagian tersebut.

Hikmah Berkurban
            Banyak sekali hikmah dalam berkurban yang akan kita dapatkan jika kita mau menjalankan syari’at ini. Diantaranya yaitu, pertama, menambah ketakwaan dan keimanan kita kepada Allah SWT. Ini adalah hikmah yang pertama dan yang paling utama di antara hikmah-hikmah lain. Karena, memang sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Dan dengan berkurban ini, Insya Allah kkita akan semakin merasa dekat denganNya.

Kedua, memupuk dan menumbuhkan kepedulian sosial dalam diri kita, untuk lebih sering memperhatikan dan merawat fakir miskin yang berada di sekitar kita. Sebab, mereka sangat membutuhkan uluran tangan dari kita untuk menolong mereka. Karena, kita hidup di dunia ini sebagai makhluk sosial yang tidak akan bisa hidup sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain yang ada di sekitar kita.

Ketiga, menumbuhkan sifat kedermawanan dalam diri kita. Sebagaimana kita ketahui bahwa daging hewan kurban boleh dimiliki oleh orang yang berkurban hanya sepertiganya, sedangkan dua pertiganya diberikan kepada saudara-saudara dan tetangga kita yang membutuhkan. Dari sinilah kedermawanan kita akan terpupuk dengan sendirinya. Dengan cara mengikhlaskan sesuatu yang kita berikan kepada orang lain.

Keempat, memperkokoh Ukhuwah Islamiyah. Karena kesadaran kita untuk mau berbagi dengan sesama kaum muslim yang berada di sekitar kita, maka akan terjalin hubungan yang erat antar satu sama lain. Sehingga, tali persaudaraan akan terjalin erat antara satu sama lain dan dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan kita sebagai umat Islam.

Maka, marilah kita bersama-sama mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dengan menjalankan syari’at berkurban. Sebab, Inti berkurban adalah pada nilai pengorbanan, keikhlasan dan ketulusan,  perhatian dan kepedulian, empati dan solidaritas seseorang kepada masyarakat di sekitar kita. Bukan seberapa besar dan seberapa banyak kita berkurban untuk-Nya. WallahuA’lam



*) Oleh: Ali Mahmudi

Tayang di Koran Pelita, tahun 2011
0 Komentar untuk "Revitalisasi Doktrin Kurban"

Back To Top