Dilema Subsidi BBM

Oleh: Irfan Jamalullail*
Akhir-akhir ini, kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) terjadi di sejumlah wilayah di indonesia. Mulai dari BBM jenis premium yang bersubsidi, bahan bakar solar dan bahkan bahan bakar pertamax yang awalnya kurang diminati masyarakat, ikut mengalami peningkatan permintaan. Karena permintaan BBM meningkat, banyak Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di sejumlah wilayah kehabisan stok dan terjadi antrian panjang yang dipadati oleh konsumen, baik pengguna roda dua maupun roda empat. Semisal yang terjadi di kawasan Jalur Pantura.

Akibat kelangkaan BBM ini, banyak dimanfaatkan sebagian warga dengan menjual BBM secara eceran. Bahkan, di sebagian wilayah harga bensin (premium) hingga mencapai kisaran Rp 12.000 per liter. Meskipun begitu, masyarakat masih tetap membelinya karena kebutuhan akan BBM yang penting bagi aktifitas sehari-hari, baik untuk bekerja atau pun keperluan yang lainnya.

PT Pertamina Persero, sebagaimana disampaikan Assistant Manager External Relations Pertamina Jateng-DIY, Robert MV Dumatubun, membantah terjadinya kelangkaan BBM. Menurutnya, yang terjadi adalah melonjaknya permintaan BBM hingga menyebabkan habisnya stok di sejumlah SPBU. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari penyaluran BBM bersubsidi yang disesuaikan dengan kuota yang tersedia. Robert menegaskan bahwa stok BBM yang ada di Pertamina masih cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional hingga akhir tahun 2014 nanti. Dengan demikian, habisnya BBM bersubsidi di sejumlah SPBU pada sore hari merupakan hal yang wajar dari pengaturan penyaluran BBM bersubsidi sesuai kuota yang ada.

Wakil Mentri Energi dan Sumber Daya Mineral, Susilo Siswoutomo ketika mengisi kuliah perdana mahasiswa STEM Akamigas di Gedung Jero Wacik kampus setempat mengatakan, “Kita punya cadangan minyak, akan tetapi jumlahnya masih jauh dari kebutuhan”. Cadangan minyak Indonesia saat ini masih sekitar 3,5 miliar barel. Berbeda jauh misalnya dengan persedian minyak negara Venezuela yang mencapai 350 miliar barel dan Negara Arab Saudi yang mencapai 240 miliar barel. Diperkirakan cadangan minyak 3,5 miliar yang dimilki Indonesia itu tidak dapat memenuhi kebutuhan minyak negara Indonesia yang memilki jumlah penduduk tinggi untuk setahun ke depan.  Kebutuhan akan BBM Indonesia berkisar 1,5 juta barel per hari dan jumlah bahan bakar minyak yang diproduksi oleh indonesia cuma sekitar 600 ribu barel per hari. Sedangkan untuk menutupi kekurangannya pemerintah Indonesia mengimpor dari Negara lain. (Wawasan, 26/08/2014)

Jika melihat potensi migas yang dimiliki Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari minyak bumi, dan energi  terbaru  yaitu energi panas bumi yang saat ini sedang  digalakan oleh pemerintah, sebenarnya Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan akan bahan bakar untuk negaranya sendiri hingga beberapa dekade mendatang dan tidak perlu untuk mengimpor minyak dari negara lain. Namun, permasalahan mendasar yang dihadapi Indonesia yaitu minimnya SDM yang mumpuni dan ahli dalam bidang Migas khususnya, untuk mengelola SDA Indonesia yang melimpah ini.

Kebijakan Pemerintah baru

Kebutuhan Indonesia akan BBM dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Bukan hanya di Indonesia saja akan tetapi di seluruh dunia mengalami hal demikian. Dan implikasi dari hal ini bagi Indonesia, membuat kebutuhan migas indonesia tidak sebanding dengan jumlah produksi yang ada.. Selain itu, ditambah lagi dengan harga minyak dunia yang terus mengalami kenaikan yang membuat anggaran APBN Indonesia mengalami defisit karna dana alokasi untuk subsidi BBM yang mencapai 20% dari APBN negara indonesia. Hal ini akan menjadi tugas berat bagi pemerintahan baru Jokowi-Jk untuk  dapat menguraangi defisit anggaran.

Sudah tersebar berita tentang akan adanya kenaikan harga BBM dengan dikuranginya anggaran subsidi BBM oleh pemerintah baru Jokowi-JK baik di media cetak maupun elektronik. Di dalam statementnya Jokowi sudah siap untuk melaksanakan kebijakan terebut, meskipun mungkin reputasinya pasti menurun dan akan memunculkan kekecewaan masyarakat di awal masa pemerintahaannya.

Apabila pemerintah baru nanti mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi jumlah subsidi BBM, tentu kebijakan ini akan menghemat Anggaran Pendapataan dan Belanja Negara bahkan sampai Rp 25 triliun. Sehingga anggaran tersebut dapat dialokasikan kepada bidang lain yang tentunya lebih berguna dan bermanfaat, misalnya peningkatan fasilitas-failitas pendidikan, pelayanan kesehatan atau bisa juga disalurkan untuk mensejahterakan rakyat miskin.

 Akan tetapi, pemerintah harus siap menerima konsekuensi apaupun yang akan muncul baik dari masyarakat yang tidak menerima. Harga-harga kebutuhan pokok akan mengalami kenaikan dan begitu juga harga (ongkos) transportasi. Hal ini, hanya akan membuat rakyat miskin semakin miskin saja. Namun, apabila tidak segera mengurangi subsidi BBM, hanya akan membuat anggaran negara terus menunjukkan defisit dan implikasinya juga bepengaruh terhadap semua aspek baik ekonomi, pendidikan maupun sosial.

  Setiap kebijakan pasti akan ada sisi nilai positif maupun negatif, ada yang pro dan ada yang kontra. Begitu juga dengan kebijakan yang akan diambil pemerintah tentang BBM bersubsidi. Apapun hasil keputusan nanti yang akan diambil, semua pihak diharapkan bersikap legowo dan dewasa agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Karena pada dasarnya semua kebijakan pemerintah itu semata hanya demi kesejahteraan untuk rakyatnya. Wallâhu A’lam bi al-Shawwâb

*) Ketua Umum Perserikatan Santri Intelektual idealis (PRISAI); Mahasiswa Jurusan Ilmu Falak Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang
Tag : Ekonomi, Politik
0 Komentar untuk "Dilema Subsidi BBM"

Back To Top