Refleksi Anti Korupsi

Oleh: Vera Abdillah*
Korupsi merupakan salah satu virus yang telah menjalar ke dalam kehidupan bangsa. Virus ini seakan terbudidaya dengan sendirinya oleh perilaku beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab, seperti para koruptor  di Indonesia. Berdasarkan pasal 2 UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, koruptor dapat diartikan setiap orang yang melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain (perseorangan/korporasi) yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Jadi, tindak pidana korupsi merupakan kegiatan yang sangat memberikan dampak buruk bagi negara. Lantas, sebenarnya apa penyebab korupsi itu? Mengapa bangsa Indonesia tidak pernah bisa terlepas dari kasus korupsi? Dalam hal ini, terdapat banyak faktor yang dapat mengakibatkan  terjadinya korupsi: Pertama corruption by need (korupsi karena kebutuhan). Korupsi jenis ini dapat terjadi, karena disebabkan terdesak kebutuhan ekonomi. Biasanya sering kali dilakukan dengan cara merubah kwitansi pembelian atau tindakan lain guna memperkaya diri.

Untuk pencegahan dan pengungkapan kasus seperti ini biasanya tidak terlalu sulit, karena tidak melibatkan sistem dan banyak orang, dan lebih sering dilakukan secara individu. Kedua, corruption by accident (korupsi karena kecelakaan). Korupsi semacam ini merupakan korupsi yang dilakukan oleh pemegang jabatan demi melindungi kepentinan atasannya. Hal ini sering dijumpai akibat prosedure dan mekanisme yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Ketiga, corruption by design (korupsi yang direncanakan).

Korupsi tersebut seringkali dilakukan oleh pemegang jabatan tinggi serta memiliki kewenangan dalam mengambil kebijakan, sehingga dapat merencanakan secara terintegrasi untuk melakukan tindakan korupsi. Dimana korupsi yang dilakukan akan sulit untuk diungkap karena adanya perlibatan orang dan dana yang cukup besar dalam pengungkapan kasus yang dijerat tersebut. Beberapa jenis korupsi diatas menandakan adanya unsur-unsur atau penyebab tertentu dari korupsi.
Namun, pada dasarnya  hanya satu titik pangkal yang dapat mendatangkan korupsi, yaitu kejujuran. Terkikisnya kejujuran dapat membuat seseorang lupa akan dunianya. Peningkatan kesadaran terhadap korupsi memang sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya korupsi. Terbukti bahwa kesadaran dapat meningkatkan kejujuran dan kejujuran dapat meningkatkan kinerja seseorang. Kesadaran dan kejujuran sangat dibutuhkan karena hal tersebut merupakan prioritas utama dalam menjalankan tugas.

Upaya Pemberantasan
Bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab dalam mengatasi permasalahan korupsi ini. Namun, peran serta masyarakat sangatlah dibutuhkan. Interaksi pemerintah dan berbagai pihak dalam proses pemberantasan korupsi harus diupayakan semaksimal mungkin, mulai dari pencegahan, penindakan, hingga pengaplikasian peran serta masyarakat. Namun, upaya-upaya tersebut belum dapat teraplikasi secara konkrit. Bahkan korupsi di Indonesia kian marak dan sulit untuk dikendalikan.

Dengan demikian, perlu adanya revitalisasi mengenai kebijakan-kebijakan dan upaya yang bisa dilakukan dalam menangani kasus korupsi. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah dari segi pendidikan. Pemerintah bisa memberikan pendidikan anti korupsi kepada masyarakat, khususnya bagi mahasiswa. Partisipasi masyarakat dalam usaha preventif ini dapat dijadikan sebagai prioritas utama ketika mengingat ketidakberdayaan hukum di Indonesia dalam memberantas korupsi.

Selain itu, United Nations Against Corruption (UNCAC) mengemukakan kelebihan usaha preventif (pencegahan) dibandingkan usaha represif (penanganan) dalam memberantas korupsi. Dua di antaranya adalah dampak korupsi yang sangat luas tidak dapat ditanggulangi melalui pendekatan represif semata dan di dalam sistem yang masih rentan atas korupsi, tindakan represif tidak akan berfungsi optimal (Kejaksaan Republik Indonesia, 2009). Dengan demikan, upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum.
Disamping itu, peran aktif mahasiswa diharapkan lebih terfokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasanya.

Upaya Memperkuat Akuntabilitas
Di samping peran aktif Mahasiswa dalam memberantas korupsi juga sangatlah dibutuhkan dari segi hukum, dimana akan mengutip tentang pentingnya pengawasan parlemen. Parlemen berada pada pusat akuntabilitas di bidang pembelanjaan publik. Perlu penguatan kapasitas Parlemen untuk meninjau, menyetujui, dan memantau pembelanjaan publik dengan menyediakan staff yang memadai serta memperbaiki fungsi dari para komite. Upaya ini memerlukan konsensus antara para pemimpin di Indonesia dalam rangka memberantas praktek korupsi.

Hal ini memerlukan kemauan politik dalam penegakan standar di tingkat anggota parlemen dan menegakkan hukum terhadap mereka yang terjerat kasus korupsi. Selain itu, perlu adanya pengendalian arus informasi yang merupakan kunci terhadap peningkatan akuntabilitas. Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan korupsi di Indonesia dapat diminimalisir sehingga bisa terwujudnya negara yang bersih dengan sistem pemerintahan yang sebagaimana mestinya. Wa Allahu a’lamu bi al-shawab.

*) Peneliti muda di Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN) untuk UIN Walisongo Semarang. Tayang di Jateng Pos, 5-2-2015
0 Komentar untuk "Refleksi Anti Korupsi"

Back To Top