Perempuan dalam Pusaran Media

Perempuan dalam Pusaran Media
Oleh: Mufidatun Ni'mah*
Dewasa ini, perempuan masih seksi untuk dijadikan bahan perbincangan dalam media massa. Hal ini tidak lepas kaitannya dengan gerakan feminisme yang diawali oleh persepsi ketimpangan antara laki-laki yang dianggap sebagai superior (mendominasi) sedangkan perempuan yang dianggap inferior (didominasi). Teori ini pun menyatakan bahwa media massa diasumsikan sebagai alat utama untuk mendominsi dan “menindas” kaum perempuan. Sebab, media masa tidak lagi difungsikan sebagai wahana pendidikan melainkan sebuah lahan bisnis yang menjanjikan. Akibatnya, manipulasi data akan menjadi sebuah keniscayaan.

Meski akhir-akhir ini media massa acapkali menyuguhkan informasi dan siaran mengenai problematika negara, namun pembahasan mengenai perempuan juga kerap kali jadi sorotan media. Pemberitaan tentang perempuan dari berbagai segi memang selalu memberikan daya tarik yang cukup tinggi. Sehingga, pembahasan mengenai perempuan ini berpotensial untuk selalu dijadikan sebagai ajang meraup keuntungan oleh sebagian besar pemilik media.

Pembicaraaan tentang perempuan tidak akan ada habisnya, itulah salah satu alasan yang tengah digarap oleh para pihak mayoritas media massa. Hal ini sering kita lihat dalam produk sebuah iklan yang memainkan perempuan sebagai ajang ketertarikannya terhadap masyarakat untuk membeli produk itu. Pada iklan tersebut, perempuan dituntut untuk bisa menawarkan produk semenarik mungkin. Baik itu dengan gaya perempuan body seksi atau bahasa yang membuat pemirsa tertarik untuk membeli produk itu. Kadang kala perempuan tidak menyadari kalau sebenarnya dia dijadikan sebagai komoditas untuk kepentingan iklan.

Antara media massa dan perempuan sangatlah berkaitan. Menilik perjalananya, seolah-olah media massa mempunyai diskripsi sendiri tentang konsep perempuan, salah satunya mempersepsikan citra perempuan dari sudut komersil. Baik itu berdasarkan fakta lapangan atau mengacu pada pasar penonton dan pembaca. Acapkali stasiun televisi menayangkan sebuah acara dengan tokoh perempuan yang selalu berperan sebagai makhluk lemah, tak berdaya, tak bisa bersikap tegas pada laki-laki, dan lain sebagainya. Selain itu media massa juga menggambarkan perempuan dari segi fisik, mulai dari kecantikan, keelokan tubuh, dan lainnya. Hal demikian sangatlah berlebihan karena tanpa memandang perempuan dari sisi yang ada.

 Sejatinya perempuan memiliki peran beban berlebih (under burden) seperti yang digambarkan dalam buku karangan Mansur Fakih, bahwa peran perempuan dan laki-laki sangatlah berbeda. Diakui atau tidak perempuan lebih mumpuni ketimbang laki-laki dalam ketahanan fisik yang ia lakoni setiap harinya. Mulai dari terbitnya sang fajar hingga terbenamnya matahari, perempuan mencurahkan segala tenaganya untuk mengurus keluarga. Terlebih bagi perempuan yang terjun dalam dunia karier.  Mereka harus mampu megelola waktu agar tidak terjadi ketimpangan sosial dalam keluarga.
Terlepas dari itu, lagi-lagi perempuan dijadikan bahan utama dalam pemberitaan media massa. Segala sesuatu pasti tidak lepas kaitannya dengan makhluk yang satu ini. Sensional, seksualitas dan lain sebagainya selalu dikaitkan dengan perempuan. Sebab, hal ini diasumsikan bahwa perempuanlah sumber jalannya suatu bisnis. Sehingga masyarakat pun mulai melegitimasi hal demikian.

Dalam praktiknya, perempuan dijadikan sebagai subjek dan objek suatu perdagangan (komoditas). Selain itu media cetak seperti majalah, tabloid dan lain sebagainya juga sering kali menempatkan perempuan sebagai  bahan  utama informasi yang kerap kali disuguhkan, sehingga membuat banyak orang tertarik untuk menkonsumsinya. Maka tidak salah kalau perempuan disebut sebagai sosok yang sangat urgen bagi kehidupan masyarakat.

Kebebasan Pers 
Seorang penulis Amerika, Mark Twain menyatakan bahwa “hanya ada dua hal yang menerangi segala sesuatu di muka bumi ini, yakni matahari di langit dan pers di bumi”. Memang ungkapan ini seolah berlebihan, akan tetapi dari ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa betapa pentingnya kedudukan dan fungsi pers di masyarakat.

Secara istilah, kebebasan pers atau freedom of the press adalah hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebar luaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.

Meskipun kebebasan pers sangat diperlukan, akan tetapi seharusnya pendistorsian secara berlebih terhadap subjek atau objek tertentu harus diminimalisir. Sebut saja kaum perempuan. Kaum ini selalu tidak dapat dilepaskan dari media, maka tidak berlebihan apabila kita mengatakan bahwa perempuan dalam pusaran media. Yang patut disayangkan adalah pendistorsian yang seolah menganggap perempuan sebagai komoditas. Karena itu, hal ini harus dibenahi sebelum paradigma masyarakat terhadap perempuan salah kaprah; menganggap perempuan sebagai makhluk rendah. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan literasi media.

Literasi media atau melek media dipahami sebagai kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mendekonstruksi pencitraan media. Kemampuan untuk melakukan hal ini ditujukan agar penonton sebagai konsumen media (termasuk anak-anak) menjadi sadar (melek) tentang cara media dikonstruksi (dibuat) dan diakses. Diharapkan dengan adanya literasi media mampu merubah paradigma masyarakat tentang media massa yang dianggap media modern. Yang mana segala sumber informasi ada pada media tersebut.

Sebab, telah kita ketahui bersama bahwasanya tidak sedikit masyarakat yang selalu mengonsumsi berita di media massa. Dan seyogyanya kita tidak serta-merta menerima dan mempercayai infomarsi ataupun pemberitaan tayangan tersebut. Kita harus mampu memilah dan memilih, dalam arti melek media atau literasi media. Wallahu a’lam bi al-shawab.

*) Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Walisongo Semarang; Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan HMI Komisariat Dakwah UIN Walisongo Semarang. Tayang di Koran Muria, 7-2-2015
Tag : Gender
0 Komentar untuk "Perempuan dalam Pusaran Media"

Back To Top