Menggalakkan Hukuman Mati

Hukum merupakan aturan yang mengikat. Jika tindak-tanduk manusia dalam berkehidupan diangap telah menyeleweng dan berimplikasi terhadap keamanan masyarakat (red: prbuatan melawan hukum), maka disaat itu juga hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya. Sehingga, kesimpulan dari hukum adalah untuk mewujudkan rasa kesejahteraan dan keamanan bagi masyarkat.  Oleh sebab itu, status penegakan hukum harus dilaksanakan oleh seseorang yang cakap hukum, yakni Hakim.

Menggalakkan Hukuman Mati
Oleh: Ahmad Anwar Musyafa’*
Dalam konteks hukum, Hakim merupakan wakil Tuhan yang berkuwajiban menegakkan hukum secara adil; dia tidak boleh menjatuhkan vonis sesuai kemauannya pribadi. Dalam hadist disebutkan; “idraul hudud bi as-subuhat” yang memberikan pesan, jika seorang hakim ragu-ragu tentang kesalahan seorang terdakwa, maka ia tidak boleh menjatuhkan hukuman (mati), sebab ditakutkan si hakim berbuat kesalahan. Jadi, aspek-aspek keadilan harus bersifat menyeluruh, meliputi prinsip, prosedur dan pelaksanaannya. Oleh sebab itu, dalam konteks bernegara, khususnya di Indonesia, seorang Hakim harus taat dan patuh terhadap konstitusi yang berlaku.

Pada tanggal 18 januari 2015, penegakan hukum di Indonesia telah menunjukkan “taringnya”. Yakni, dengan menjatuhkan vonis mati terhadap enam terpidana kasus narkoba: Namaona Denis (48), warga Negara Malawi; Marco Archer Cardoso Mareira (53), warga Negara Brazil; Daniel Enemua (38), warga Negara Nigeria; Ang Kim Soei (62) belum diketahui kewarganegaraannya; Tran Thi Bich Hanh (37), warga Negara Vietnam dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia, warga Negara Indonesia.
Ketika hukuman ini dilaksanakan, ternyata banyak pihak yang tak setuju dengandalih “melanggar hak sasi manusia (HAM). Bahkan, pihak peserikatan bangsa-bangsa (PBB) juga mengecam keras atas terlaksananya hukuman tersebut.

Dikutip dari beritasatu.com, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Ban Ki-moon mengimbau Indonesia untuk tidak melakukan eksekusi terhadap tahanan hukuman mati kasus kejahatan narkoba, termasuk warga Australia, Brazil, Prancis, Ghana, Indonesia, Nigeria dan Filipina.

Namun, dalam konteks ini, hukuman mati yang ditetapkan oleh Jaksa Agung HM Prasetyo merupakan langkah yang tepat. Pasalnya jika diamati menggunakan data, lonjakan kasus narkoba di Indonesia kian menjadi. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia per 2012 meningkat menjadi 4 juta orang atau meningkat 2 persen dari populasi dan meningkat dari riset sebelumnya yang sebesar 3,8 juta jiwa.

Selain itu, Hakim jaksa juga menilai bahwa, dalam ketentuan hukum positiv yang berlaku di indonesia, yakni dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, hukuman untuk pengkonsumsi, produsen, pengedar, maupun segala penyalahgunaan narkotika diancam dengan hukuman yang berat. Salah satunya dalam Pasal 59 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, yang berbunyi: “Jika tindak pidana dilakukan secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 20 tahun (dua puluh) tahun dan dikenakan pidana denda sebesar Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).”

Melanggar HAM?
Bentuk yang paling ekstrim dari pelanggaran hak untuk hidup ini ialah pembunuhan atau melukai jasmai atau rohani dari seseorang ataupun dari kelompok ( Leah Levin, 1987: 45). Jika ditinjau dari sudut pandang UU pasal 3, yang menyebutkan; ”Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan, dan keamanan pribadi ”, maka hukuman mati jelas melanggar hak asasi manusia  (HAM). Sebab dalam prespektif Undang-undang ini, orang yang dijatuhi hukuman mati dianggap telah dirampas kehidupannya, kemerdekaannya dan keamanan pribadinya.

Selain itu, hukuman mati juga dianggap sebagai hukuman yang sangat melanggar hak untuk hidup bagi manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan. Sebab, yang berhak memberikan hidup dan mati adalah tuhan. Sedangkan manusia hanya sekadar menjalankan (Red; Faham Jabariyah). Dari pandangan inilah muncul sebuah anggapan yang menyatakan bahwa, jika manusia dibunuh sesuai dengan kesepakan manusia, maka takdir Tuhan telah dilanggar secara besama-sama.

Jika ditinjau menurut Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil politik yaitu Pasal 6 ayat (1), yang menyebutkan bahwa; Pada setiap insan manusia melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas kehidupannya. Seperti halnya dijelaskan pada Pasal 3 DUHAM bahwa pelaksanaan eksekusi mati, telah melanggar pasal 6 ayat (1), eksekusi mati pada dasarnya menimbulkan kesakitan fisik dan dirampasnya hak hidup dari seseorang, dan ini yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) ICCPR dan Pasal 3 DUHAM. Maka kesimpulan yang sama akan menyebutkan bahwa, hukuman mati merupakan perbuatan manusia yang secara sadar telang “mengebiri” HAM seseorang.

Namun, hal tersebut dapat ditepis melalui pasal 28 G UUD 1945. Jelas tertera bahwa, manusia berhak untuk mendapatkan perlindungan. Contohnya perlindungan dari kejahatan narkoba dan terorisme. Dalam kasus seperti ini asas kepentingan umum sangat harus ditegakan menyampingkan kepentingan khusus atau pribadi.

Logikanya, jika seribu nyawa terancam hanya sebab pengedar narkoba yang melakukan tindak kejahatan demi kepentingan pribadi-kelompoknya, maka asas kepentingan umumlah yang harus dirapkan. Adapun cara yang gunakan adalah, menumpas eksistensi pengedar narkoba dan yang mengunggulkan kepentingan pribadi-kelompoknya dari pada kepentingan umum.

Oleh sebab itu, dalam menyikapi maraknya narkoba yang telah menjangkiti sebagian besar masyarakat Indonesia, dalam konteks ini hakim harus lebih menggalakkan eksekusi mati terhadap para “pemain” narkoba. Tak usah terpengaruh oleh negara lain bahkan PBB sekali pun. Namun jika tujuannya semata guna menyelamatkan generasi bangsa dan terwujudnya kenyamanan bernegara, maka eksekusi mati harus tetap dijalankan. Wallahu a’lam bi al-Shawab

*) Mahasiswa UIN Walisongo Semarang dan Pegiat Kajian Ilmu Sosial dan Politik di Monash Institute. Tayang di Koran Madura, 25-2-2015
Tag : Hukum
0 Komentar untuk "Menggalakkan Hukuman Mati"

Back To Top